Sunday, December 20, 2015

Agama Islam dalam Kehidupan Moden




Berbicara tentang agama Islam dalam kehidupan modern, terlebih dahulu perlu digarisbawahi keharusan pemisahan antara agama dan pemeluk agama seperti ucapan Syaikh Muhammad Abduh, yaitu ajaran Islam tertutupi oleh perilaku kaum Muslim.

Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus mewarnai sikap dan aktivitas pemeluknya. Puncak dari prinsip itu adalah tauhid. Di sekelilingnya beredar unit-unit bagaikan planet-planet tata surya yang beredar di sekeliling matahari, yang tidak dapat melepaskan diri dari orbitnya. Unit-unit tersebut antara lain:

a. Kesatuan alam semesta
Dalam arti, Allah menciptakannya dalam keadaan amat serasi, seimbang, dan berada di bawah pengaturan dan pengendalian Allah SWT melalui hukum-hukum yang ditetapkan-Nya.

b. Kesatuan kehidupan
Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniawinya menyatu dengan kehidupan akhiratnya. Sukses atau kegagalan ukhrawi, ditentukan oleh amal duniawinya.

c. Kesatuan ilmu
Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum, karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah SWT.

d. Kesatuan iman dan rasio
Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.

e. Kesatuan agama
Agama yang dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber dari Allah SWT, prinsip-prinsip pokoknya menyangkut akidah, syariah, dan akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang.

f. Kesatuan kepribadian manusia
Mereka semua diciptakan dari tanah dan Ruh Ilahi.

g. Kesatuan individu dan masyarakat
Masing-masing harus saling menunjang.

Islam --dalam hal urusan hidup duniawi-- tidak memberi rincian petunjuk, karena "Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu (ketimbang aku)", demikian sabda Nabi Muhammad saw sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dari prinsip-prinsip semacam di atas, seorang Muslim dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan positif masyarakatnya, dan karena itu pula Islam memperkenalkan dirinya sebagai "Agama yang selalu sesuai dengan setiap waktu dan tempat."

Kitab suci Al-Quran mempersilakan umat Islam untuk mengembangkan ilmu, menggunakan akalnya menyangkut segala sesuatu yang berada dalam wilayah nalar, yaitu alam fisika ini. Namun harus disadari oleh manusia, bahwa jangankan alam raya yang sedemikian luas, dirinya sendiri sebagai manusia belum sepenuhnya ia kenal.

Islam tidak menghalangi umatnya untuk memperoleh kekayaan sebanyak mungkin. Bahkan harta yang banyak dinamainya khair (baik) dalam arti perolehan dan penggunaannya harus dengan baik. Islam juga tidak melarang umatnya bersenang-senang di dunia, hanya digarisbawahinya bahwa kesenangan duniawi bersifat sementara, dan karena itu jangan sampai ia melengahkan dari kesenangan abadi, atau melengahan dari kewajiban kepada Allah dan masyarakat.

Umat Islam diperkenalkan oleh Al-Quran sebagai ummattan wasathan (umat pertengahan) yang tidak larut dalam spiritualme, juga tidak hanyut dalam alam materialisme.
Seorang Muslim, adalah memenuhi kebutuhannya dan mewarnai kehidupannya bukan ala malaikat, tetapi tidak juga ala binatang.

Manusia diakui sebagai makhluk yang amat mulia, dan jagat raya ditundukkan Tuhan kepadanya. Ia diberi kelebihan atas banyak makhluk-makhluk yang lain, tetapi sebagian kelebihan dan keistimewaannya --material dan material-- diperoleh melalui bantuan masyarakat.

Bahasa dan istiadat adalah produk masyarakatnya. Keuntungan material, tidak dapat diraihnya tanpa partisipasi masyarakat dalam membeli bagi pedagang, dan adanya irigasi walau sederhana bagi petani, serta stabilitas keamanan bagi semua pihak, yang tidak diwujudkan oleh seorang saja.

Kalau demikian, wajar jika hak asasinya harus dikaitkan dengan kepentingan masyarakatnya serta ketenangan orang ramai. 

Tuntutan moral Al-Quran menyatakan: 


"Hendaklah Anda mengorbankan sebagian kepentingan Anda guna kepentingan orang lain."

No comments:

Post a Comment